Senin, 01 April 2013

Cerita Kepada Hujan

Hey, akihrnya kau datang lagi, sudah berapa lama kau tak muncul? Banyak orang yang mengharapkan kedatanganmu, setelah menerima kedatangan teman lamamu, sinar matahari yang begitu menyengat.

Aku tadi mengatakan banyak yang mengharapkanmu, tapi tak sedikit yang mengeluh akan hadirmu, terlebih mereka yang tinggal dekat aliran sungai..

Selagi kau masih di sini, bolehkah aku bercerita sesuatu kepadamu? sesuatu yang bisa kusebut ini rahasia. Mungkin, denganmulah aku bisa mengatakan sesuatu ini, karena kau juga ada kaitannya dengan ini. Oke, jadi kita mulai saja penceritaan rahasia ini..


Hujan, itulah nama aslimu. Suatu kejadian yang lumrah di bumi ini (ketika kau masih menurunkan air di hujan itu), takdir-Nya, dan kuasa-Nya. Aku senang ketika musim kemarau kau datang tanpa diduga-duga, itu menyenangkan, udara yang panas bisa tergantikan oleh dingin. Aku juga senang, ketika rintik-rintikmu yang tak terlalu deras menyirami sedikit demi sedikit tanah yang berada di lingkunganku dan akan menimbulkan bau yang sangat khas, oh iya, orang-orang biasanya menyebutnya petichor, ah betapa aroma itu bisa membuat perasaanku tenang sejenak. Satu lagi yang kusuka akan kehadiranmu, entah mengapa di saat-saat tertentu kala hujan, aku selalu mendapatkan keinginan untuk bereksperimen dengan kalimat-kalimatku, ataupun aku bisa saja menuangkan imajinasiku melalui beberapa batang spidol berwarna ke atas kertas, ya aku selalu suka hal-hal itu. Kadang pula, ketika aku sedang berjalan ketika hujan, aku tak takut untuk menyingkirkan payung yang melindungiku, dan membiarkan pakaianku basah karena hujan, walau setelah itu aku pasti langsung menyambar obat flu :D

Hujan, apa kau masih penasaran dengan rahasiaku? ada satu yang tertinggal, tapi kuharap kau tak akan berkecil hati ketika aku mengatakan ini, karena... biasanya, ketika kau datang disaat yang tak kuinginkan, hadirmu bisa membawaku ke dalam khayalan, kenangan, juga... rasa rindu yang sebenarnya ingin kuhilangkan, ketika kau turun dari awan sana dan ketika aku mendengar bunyi rintik-rintikmu. seketika saja diriku terbawa ke rindu itu, rindu kepadanya.

Ah, sudahlah, aku tak ingin membahas ini. Hujan, maafkan aku telah membuat kau berkecil hati, tetapi terima kasih telah mendengar ceritaku tentang sebuah rahasia yang mungkin tak akan kuceritakan kepada siapapun lagi. Sampai bertemu kembali :)




Sabtu, 30 Maret 2013

Stop asking, "Why am I still stuck in this situation?" And start asking, "What do I need to learn from this situation?"
Learn the situation and GROW :)

Kamis, 28 Maret 2013

[cerpen] Kami dan Kenyataan Itu

Sore yang tenang hari itu, 21 Januari 2013, tetapi langit jingga tak begitu menampakkan dirinya, yang ada hanya awan gelap yang menggantikannya. Karena merasa bosan, akupun mengambil ipod ku dan memasang earphone di kedua telingaku, kemudian memutar lagu yang ada di playlist dengan mode shuffle, tapi tak berselang lama kemudian, nyanyian alam pun terdengar, ya rintik-rintik hujan yang menyentuh bumi.

Aku melihat sebuah buku aneh yang cukup tebal, aku menyebutnya aneh karena aku baru pertama kali melihatnya dan buku itu terletak di atas meja belajarku, karena penasaran, aku langsung mengambil buku itu dan membukanya, ternyata buku itu adalah semacam scrapbook tentang foto-foto kami di masa-masa SMP dulu, 2 tahun yang lalu. Dalam hati, aku bertanya, 'siapa yang membuat buku ini?'

Di dalam buku itu banyak sekali foto-foto yang dirangkai, ditempel, dan dihias sedemikian rupa sehingga terlihat lebih indah dan menarik, juga sarat dengan kenangan.

Bab pertama, diisi degan foto-foto kami pada saat kelas 7 di SMP dulu, wajah kami masih polos, gaya yang aneh, dan pada saat itu kami belum terlalu akrab, individualisme yang masih tinggi, tetapi rasa peduli itu selalu ada, dan aku yakin pada saat itu bahwa inilah awal persahabatan yang indah.

Berjalan ke halaman-halaman selanjutnya, dan kini masuk ke bab kelas 8, di sinilah tiang-tiang persahabatan kami mulai berdiri tegak, aku masih sangat masa-masa itu, kekompakkan kami terjadi di mana-mana dan dalam hal apapin, tetapi terkadang pula sifat kekanak-kanakan kami muncul tanpa disengaja, meskipun begitu, aku tetap selalu suka denhan kenangan-kenangan kita. Indah. Tak terlupakan.

Hujan yang tadinya hanya berupa rintik-rintik kecil sekarang volume dan kecepatannya semakin membesar, tetesan air hujan mengalir di kaca jendela kamarku seperti membawaku ke masa-masa SMP dulu, masa-masa yang penuh semangat, tawa, cinta dan persahabatan.

Ternyata, halaman-halaman buku yang telah kulihat semakin tebal, sebaliknya, yang belum kulihat semakin menipis, dan sekarang aku mulai memasuki bab kelas 9, di sinilah tahun terakhir kami berada di masa putih biru, persahabatan kami menjadi penyegar di antara kesibukan dalam mempersiapkan Ujian Nasional, hampir tiga tahun kami bersama-dan bertemu hampir setiap hari- berbagi canda, tawa, maupun sedih bersama-sama. Pujian bahkan amarah pun tak jarang kami terima, kekompakkan kami tak perlu ditanya lagi, dan satu hal lagi, pikiran kami mulai bertambah dewasa, dan tak jarang ego kami mengalahkan hal-hal yang lain, konflik pun bisa saja terjadi, tetapi itu semua menjadi bumbu-bumbu penyedap masakan persahabatan kami. setelah melihat ekspresi wajah kami satu per satu di foto, dalam hati aku bertanya, 'apa kabar kalian?'.

Buku itu tinggal beberapa lembar lagi dan aku sama sekali belum mengetahui siapa yang membuat dan mengirimkannya kepadaku, jadi aku terus melanjutkan melihat foto-foto di buku itu, sampai aku berhenti pada satu halaman di mana terlihat foto kami yang sedang menggunakan seragam putih-biru sambil masing-masing memegang secarik kertas putih bertuliskan: "Selamat, Anda Lulus!" dan di bawah foto itu ada sebua kalimat yang bertuliskan: "Nobody's Gonna Love You Like I Do" dan seketika saja air mataku mengalir di pipi, betapa aku ingin kembali ke masa itu dan tertawa lagi, bercerita lagi, bercanda lagi, dan yang terpenting bertemu lagi. Andai saya aku bisa.

Sampai pada halaman terakhir buku itu, terdapat banyak kata-kata indah tentang persahabatan. Tetapi mataku tertarik pada sebuah amplop berwarna cokelat yang tertempel di salah satu sisi halaman buku itu. Ternyata di dalamnya berisi surat, segera saja kubuka suratnya dan aku kaget  dengan isi surat itu;

Surabaya, 19 November 2012
Hey, finally you've finished this book! terima kasih banyak :) bagaimana perasaan kalian setelah melihat foto-foto kita di jaman doloe? hehehe. Akhirnya, aku pun telah selesai membuat project  terakhirku ini. Terakhir? uhmm...
Teman-teman, sebelumnya maafin aku kalau aku belum pernah cerita langsung sama kalian, mungkin nggak sopan kali ya bilang ini lewat surat, tapi mau bagaimana lagi, waktu yang tidak mengizinkan. Tapi, mungkin ini lebih baik, supaya persahabatan kita dulu itu jadi warna-warni dan tidak ada satu garis hitampun yang melintang, karena kalau kalian tahu, pasti mungkin kalian terbawa-bawa oleh garis hitam itu.
Aku sebanarnya terkena penyakit kanker ganas yang ada di otak, aku baru mengetahuinya pada saat kelas 8 semester akhir, dan aku tahu umur aku pasti nggak lama lagi, jadi aku mau selama tahun-tahun kita di SMP itu selalu lebih indah tanpa satupun yang merusak apalagi mengkhawatirkannya.
Ketika kelas 9 kita bicara-bicara soal SMA yang bakal dimasuki, aku membayangkan, bagaimana rasanya berada di SMA ya? karena jujur saja, setelah lulus dari SMP aku nggak sekolah lagi, aku cuma fokus buat pengobatan. Oh, iya aku hampir lupa, kabar kalian baik-baik saja kan? aku selalu berharap begitu. Aku juga mungkin baik-baik saja, setelah kalian baca surat ini..
Mungkin, suratku sampai di sini saja ya teman-teman, semoga kalian bisa mendapatkan apa yang kalian cita-citakan. amin. Aku boleh berpesan nggak? Aku nggak mau memohon supaya kalian nggak akan lupakan aku, tetapi aku cuma mau memohon, jangan pernah lupakan persahabatan kita. 
Terima kasih atas kenangannya, terima kasih atas senyumannya, terima kasih atas persahabatannya, dan terima kasih atas semuanya ^^

Rani Ananda Putri will love you as always :)

Aku mengusap air mataku yang masih saja mengalir di pipiku, tanpa kusadari tetesan air mataku juga jatuh di atas kertas surat itu. Hujan masih saja turun di luar, dan sore ini, aku telah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dibalik hilangnya kabar dari Rani, sahabat kami. . . . . .